Ketika Kekerasan Telah Menjadi Jalan
Ketika Kekerasan Telah Menjadi Jalan – Sungguh ironis sebenarnya
ketika suatu waktu saya melihat pemberitaan di media dimana kekerasan telah
terjadi di sebuah tempat yang dimana para pelaku tawurannya adalah sosok agen
of change, ya pelakunya adalah para mahasiswa. Sosok orang-orang yang
seharusnya memberikan kontribusi dalam bermasyarakat dan kepada dunia
pendidikan ternyata justru melakukan hal-hal yang menurut saya kurang pantas.
Mari kita berkaca pada beberapa insiden sebelumnya yang terjadi di kampus kita
ini di Universitas Negeri Makassar, dimna antara 2 buah fakultas saling serang
yang akhirnya menimbulkan korban jiwa, dan bukan hanya 2 fakultas ini yang akan
tercoreng namanya, tapi nama kampusnya juga akan tercoreng. Pernah ketika saya
pergi ke sebuah intitusi di Makassar, saya ditanyai sama karyawan yang bekerja disana,
dia bertanya asal kampus saya dari mana, saya jawab saya dari UNM pak, lalu
karyawan itu bilang lagi oh yang sering tawuran itu yah, langsung saya tidak
bisa jawab apa-apa toh memang kenyataan benar adanya. Inilah yang sangat disesalkan,
mengapa jalan yang ditempuh harus dalam bentuk kekerasan, tak adakah jalan
lain. Saya memang tidak terlalu paham dengan masalah sebenarnya yang terjadi,
karena saya juga salah satu Mahasiswa UNM yang sangat baru di kampus ini
sehingga saya tidak bisa berkata banyak.
UniversitasNegeri Makassar, kampus dengan segala prestasi dan polemiknya. Tak sadarkah
mahasiswa yang melakukan kekerasan fisik tersebut bahwa hal itu sangatlah salah
karena akan menghancurkan prestasi yang telah dibangun di kampus ini. Saya
mengutip perkataan salah satu tokoh “”Perlu
20 tahun untuk membangun reputasi dan cukup 5 menit untuk menghancurkannya.
Jika Anda berpikir tentang hal ini, Anda akan melakukan sesuatu dengan cara
berbeda.” Warren Buffett. Jika saja pandangan mahasiswa sejalan dengan
perkataan tersebut maka tentunya lebih baik. Bagi saya solusi terbaik untuk
menyelesaikan polemik berkepanjangan ini adalah dengan musyawarah, kita panggil
pihak-pihak yang terkait lalu kita rangkul dalam satu meja dan kemudian duduk
berdampingan, kemudian dibicarakan akar masalahnya, saya rasa hal ini tidaklah
sulit asalkan ada kemauan dari setiap pihak dan tentunya juga kesadaran untuk
mengakhiri konflik berkepanjangan tersebut. Salah satu polemik yang baru-baru
ini terjadi di Universitas Negeri Makassar adalah demo yang ricuh. Saya setuju
jika demo yang dilakukan memang sangat penting untuk menyuarakan aspirasi yang
memang pemerintah jarang mau mendengar. Namun yang dipertanyakan adalah jalan
yang ditempuh ketika berdemo, mengapa harus jalan kekerasan, ricuh dan bahkan
sampai merusak fasilitas yang seharusnya untuk mahasiswa. Kembali
pertanyaannya, tak adakah jalan lain selain ricuh?? Tak bisakah kita menyuarakan
pendapat dengan lebih bijak dan terencana??. Hakikatnya ketika melakukan demo
jangan sampai merampas hak orang lain, contohnya ketika jalan ditutup otomatis
masyarakat yang seharusnya kita bela justru akan merasa dirugikan dengan aksi
ini. Mereka justru akan menjudge kita dengan hal yang negatif, mereka mungkin
akan berkata “ah ini mahasiswa bikin kacau saja”. Harapan kita jadinya akan
berbanding terbalik dengan kenyataan di lapangan. Namun konflik-konflik yang
terjadi seperti ini memang sulit dihindari sebenarnya, karena bisa saja ada
oknum yang memang mau terjadinya kekerasan, jadi solusinya apa, solusinya
adalah dengan membangun kerjasama dan sifat kekeluargaan di antara Mahasiswa
sang agen of change.
Akhir
kata ada sebuah ucapan dari salah satu terkenal “”Saya tidak yakin perang adalah solusi terbaik. Tak seorang pun menang
dalam perang terakhir dan tak seorang pun akan menang pada perang selanjutnya.”
Eleanor Roosevelt.